Tulisan ini telah dimuat pada Majalah INTAX, Edisi II Tahun 2024
Hajatan SPT Tahunan
Bulan Maret-April adalah puncak masa “hajatan” tahunan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Imbauan selalu digaungkan oleh DJP, agar wajib pajak melaporkan SPT Tahunan lebih awal untuk menghindari panjangnya antrian atau kendala jaringan. Namun demikian, mayoritas wajib pajak masih memilih untuk melaporkan SPT Tahunan menjelang batas akhir, yaitu tanggal 31 Maret untuk SPT Tahunan Orang Pribadi, dan tanggal 30 April untuk SPT Tahunan PPh Badan.
Banyak cara untuk melaporkan SPT. Selain datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), wajib pajak bisa melaporkan SPT Tahunan secara daring, melalui pos, ekspedisi, atau jasa kurir. Faktanya, masih banyak wajib pajak yang lebih suka datang langsung. Sebagian besar beralasan karena takut salah isi dan ingin berkonsultasi terlebih dahulu.
KPP menggelar Layanan Pajak Diluar Kantor (LDK) atau biasa dikenal dengan sebutan “Pojok Pajak” untuk mengurangi kepadatan pengunjung. DJP telah menyiapkan lebih dari 1.400 pojok pajak di seluruh Indonesia selama bulan Maret 2024. Pojok pajak mengambil tempat di berbagai lokasi titik kumpul masyarakat seperti pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, bahkan pasar tradisional.
Fiskus diturunkan untuk memberikan layanan kepada wajib pajak. Drama wajib pajak lupa nomor Efin, alamat email, dan password adalah makanan sehari-hari para petugas frontliner. Belum lagi harus memberikan pengertian kepada wajib pajak yang kecewa, karena merasa SPT-nya berstatus Nihil, tetapi ternyata setelah dihitung ulang oleh petugas menjadi kurang bayar. Ternyata, wajib pajak tersebut melaporkan bukti potong dari 2 pemberi kerja, sehingga mengakibatkan SPT-nya menjadi Kurang Bayar (KB).
Patuh Lapor
Jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunan merupakan salah satu indikator kepatuhan formal. Pada tahun 2023, kepatuhan laporan SPT Tahunan mencapai 88%, yaitu sejumlah 17,1 juta dari 19,4 juta wajib pajak telah memenuhi kewajibannya.
Jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunan terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana digambarkan pada diagram berikut:
Patuh Setor
Peningkatan kepatuhan pelaporan SPT ternyata tidak sejalan dengan peningkatan rasio setoran pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tanggal 2 Januari 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan rasio pajak tahun 2023 sebesar 10,21 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 10,39 persen. Rasio pajak dari tahun ke tahun cenderung menurun. Rasio pajak tertinggi dalam 15 tahun terakhir terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 13,3%.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, rasio pajak negara kita masih relatif tertinggal. Pada tahun 2022, Indonesia menempati posisi ke-7 dari 10 negara ASEAN, dimana rasio pajak tertinggi dipegang oleh Thailand (17,18%), disusul oleh Vietnam (16,21%), dan Singapura (12,96%).
Rasio pajak yang kecil merupakan indikator bahwa pemerintah belum sepenuhnya dapat bergantung pada penerimaan pajak untuk mendanai pembangunan. Pada APBN 2024, estimasi pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 triliun, dengan sumber penerimaan terbesar berasal dari pajak sebesar Rp2.309,9 triliun, atau sekitar 82,43%. Sisanya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan hibah.
Apabila terjadi defisit anggaran, maka kekurangan tersebut ditutup melalui penerimaan pembiayaan yang berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, hingga penerimaan pinjaman.
Edukasi Perpajakan
Membangun kesadaran masyarakat untuk membayar pajak bukan perkara yang mudah. Jarang ada orang yang ikhlas membayar pajak. Hal ini diperparah oleh stigma negatif yang sering disematkan kepada aparat pajak. Beberapa kasus penyalahgunaan jabatan dan wewenang di masa lalu membuat masyarakat menjadi antipati terhadap petugas pajak.
Internal DJP harus melakukan introspeksi dan lebih serius menjalankan program penguatan integritas. Menunjukkan perilaku berintegritas secara konsisten dalam menjalankan tugas, secara perlahan akan memulihkan kepercayaan masyarakat.
Pada sisi eksternal, kegiatan edukasi perpajakan yang terstruktur, masif, dan berkesinambungan terus digalakkan. Berbagai kegiatan penyuluhan digelar untuk mengubah perilaku masyarakat wajib pajak agar semakin paham, sadar, peduli, dan berkontribusi dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki Fungsional Penyuluh Pajak yang mengampu tugas-tugas terkait edukasi perpajakan. Namun demikian, mengedukasi masyarakat sesungguhnya adalah tanggung jawab seluruh fiskus, apapun jabatannya dan dimanapun ia berada.
Pengawasan dan Penegakan Hukum
Sistem self assessment memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada masyarakat untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri. Melalui sistem pemungutan ini, negara ingin membudayakan sadar pajak secara sukarela. Tidak seperti official assessment dimana besaran pajak ditetapkan oleh pemungut pajak.
Kebebasan dalam self assessment harus ditindaklanjuti dengan pengawasan yang memadai. Integrasi data perpajakan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Integrasi ini akan memudahkan fiskus dalam memperoleh data wajib pajak dan melakukan pengawasan. Di sisi lain, integrasi data juga memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Upgrading kapasitas kelimuan dan ketrampilan para aktor pengawasan harus menjadi perhatian serius. Mutlak membangun motivasi belajar, baik mandiri maupun berkelompok, untuk mengikuti perkembangan regulasi dan proses bisnis dunia usaha yang semakin pesat.
Terakhir. penegakan hukum merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Wajib pajak yang telah memenuhi kewajibannya dengan benar harus diapresiasi, sebaliknya pengemplang pajak harus dikenakan sanksi. Menegakkan aturan secara adil tanpa pandang bulu akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi. Pada akhirnya, mereka membayar pajak secara sukarela.