Selasa, 13 Juni 2023

Serba Serbi Sanksi Pajak

 








Artikel ini telah dimuat pada Majalah Indonesian Tax Review, Vol.XIV Edisi 2/2023

Bayar pokok pajak saja belum tentu ikhlas, apalagi sanksinya. Mungkin sebagian wajib pajak sependapat dengan kalimat ini. Suka atau tidak suka, ikhlas atau tidak ikhlas, pajak adalah kewajiban yang tak terhindarkan. Benjamin Franklin (1706 -1790) pernah berkata, “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes.” Tak ada yang pasti di dunia ini, kecuali kematian dan pajak.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dana pajak yang terhimpun digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Sarana transportasi, fasilitas kesehatan, dana pendidikan, subsidi bahan bakar minyak, biaya pertahanan dan keamanan, adalah beberapa diantara program pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

Agar terhindar dari sanksi, kita perlu memahami apa saja jenis pelanggaran yang dikenai sanksi pajak, serta apa saja bentuk sanksinya. Dasar hukum sanksi pajak ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan  (selanjutnya disebut dengan UU KUP).

Jenis Sanksi Pajak

Secara umum sanksi pajak dibagi dalam dua kategori, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi berupa kewajiban membayar sejumlah uang kepada negara karena wajib pajak telah melanggar peraturan yang berlaku. Sanksi administrasi terdiri dari denda, bunga dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang berbentuk denda, kurungan, dan penjara.

Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi berupa denda dikenakan terhadap pelanggaran terkait dengan kewajiban pelaporan pajak serta permohonan keberatan/banding atas ketetapan pajak. Adapun sanksi denda terbagi menjadi:

a.      Sanksi denda terkait pelaporan pajak

Pasal 7 ayat (1) KUP mengatur denda keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai berikut:

1)      Rp500.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN, yang seharusnya dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah akhir masa pajak.

2)      Rp100.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya, yang seharusnya dilaporkan paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.

3)      Rp1.000.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, yang seharusnya dilaporkan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak (30 April).

4)      Rp100.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, yang seharusnya dilaporkan paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak (31 Maret).

b.      Sanksi denda terkait permohonan keberatan/banding

Berdasarkan UU KUP, dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi denda sebesar 30% dari jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Persentase sanksi ini turun dibanding ketentuan lama yang mengenakan denda sebesar 50%.

Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi denda sebesar 60% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Denda ini juga turun dibandingkan dengan ketentuan lama sebesar 100%. Penurunan denda atas putusan keberatan/banding ini diharapkan dapat meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Sanksi administrasi berbentuk bunga dikenakan terhadap pelanggaran terkait kewajiban membayar pajak. Berdasarkan ketentuan terdahulu, sanksi bunga ditetapkan sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Melalui ketentuan baru, tarif bunga dilakukan relaksasi  menjadi sebesar suku bunga acuan yang ditetapkan secara berkala melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Sanksi bunga  berdasarkan KMK ini berfluktuasi mengikuti suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI-7 Day Reverse Repo Rate), serta ditambah persentase tertentu yang mempertimbangkan jenis kesalahan wajib pajak.

Sanksi administrasi berupa kenaikan dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban material. Berikut contoh sanksi kenaikan adalah: sebagai berikut:

1.      Sanksi akibat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Jika berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasi atau dikenai tarif 0%, atau PPh yang telah dipotong/pungut tetapi tidak/kurang disetor maka dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 75% dari PPN/PPnBM/PPh yang tidak/kurang dibayar/setor. Sanksi ini turun dari ketentuan sebelumnya, yaitu sebesar 100%.

2.      Sanksi akibat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), yang diakibatkan oleh adanya data baru yang belum terungkap dan belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan pajak.  Sanksi kenaikan dikenakan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

3.      Sanksi akibat pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kriteria tertentu, yang mengakibatkan terbitnya SKPKB. Sanksi kenaikan ditetapkan sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

 

Sanksi Pidana

Suatu perbuatan dianggap telah melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana apabila  memenuhi dua 2 unsur, yaitu actus reus (perbuatan lahiriah yang dilakukan) dan mens rea (sikap batin pelaku pidana). Hukum pidana pajak termasuk dalam lex specialist systematis, karena ditujukan khusus untuk pelaku perpajakan, baik wajib pajak, petugas pajak, maupun orang lain yang terlibat di dalamnya. Ketentuan formal dan material pidana pajak telah diatur secara khusus pada UU KUP, terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Perbuatan pidana bisa bersifat kealphaan (culpa) atau kesengajaan (dolus). Pasal 38 UU KUP mengatur pelanggaran yang diakibatkan oleh kealphaan/kelalaian wajib pajak. Setiap orang yang karena kealphaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga menimbulkan kerugian pendapatan negara dikenai sanksi denda sebesar 1 – 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar, atau dipidana kurungan 3 bulan - 1 tahun.

Pasal 39 UU KUP mengatur tindakan-tindakan pidana yang dengan sengaja dilakukan sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara, diantaranya: menyalahgunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)/pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), menolak untuk dilakukan pemeriksaan, tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT tidak benar, memberikan pembukuan/catatan palsu, dll.

Sehingga sanksi atas perbuatan yang disengaja tersebut berupa penjara 6 bulan – 6 tahun, dan denda sebesar 2 - 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau jumlah restitusi/kompensasi PPN/PPnBM yang telah dilakukan. Untuk menimbulkan efek jera, sanksi tersebut dapat ditambahkan 1 – 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesai menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

 

Bagaimana Cara Menghindari Sanksi Pajak?

Melakukan penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak di awal waktu sangat efektif untuk menghindari kesalahan yang tak disengaja. Selain itu, bagi wajib pajak yang melakukan pelaporan pajak secara daring, harus mengantisipasi gangguan akses menjelang akhir tenggat waktu pelaporan, mengingat banyaknya wajib pajak yang mengakses aplikasi di saat yang bersamaan.

Bagaimana jika tenggat waktu sudah hampir berakhir, sedangkan besaran pajak terutang belum selesai dihitung? Jika terkait dengan pelaporan SPT Masa, untuk menghindari denda keterlambatan sebaiknya wajib pajak melaporkan SPT Masa NIHIL atau dengan menggunakan perhitungan sementara terlebih dahulu. Selanjutnya segera menyampaikan SPT Masa Pembetulan setelah perhitungan pajak terutang diselesaikan.

Jika terkait dengan SPT Tahunan PPh Badan, misalnya karena laporan keuangan belum selesai disusun atau masih dilakukan audit, maka wajib pajak dapat menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan (SPT 1771 Y). Waktu perpanjangan yang diberikan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan. Apabila lewat dari 2 bulan, maka dikenakan denda keterlambatan.

Ketika wajib pajak melakukan kesalahan pembayaran pajak, apa yang harus dilakukan? Kekeliruan terkait Kode Akun Pajak (KAP)/Kode Jenis Pajak (KJP), NPWP/Nomor Objek Pajak (NOP), jumlah nominal yang disetor, masa/tahun pajak, dapat diperbaiki dengan cara mengajukan permohonan pemindahbukuan. Pemindahbukuan dapat dilakukan secara daring melalui aplikasi e-PBK pada laman pajak.go.id, langsung ke KPP, atau melalui pos/jasa pengiriman.

Apabila kesalahan hitung dan kesalahan bayar tersebut terlanjur dilaporkan pada SPT, maka wajib pajak berhak melakukan pembetulan SPT, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan oleh DJP. Namun, dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluarsa penetapan, yaitu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa/bagian tahun/tahun pajak.