Artikel ini telah dimuat pada Majalah Indonesian Tax Review, Vol.XIV Edisi 2/2023
Bayar pokok pajak saja belum tentu ikhlas, apalagi sanksinya. Mungkin sebagian wajib pajak sependapat dengan kalimat ini. Suka atau tidak suka, ikhlas atau tidak ikhlas, pajak adalah kewajiban yang tak terhindarkan. Benjamin Franklin (1706 -1790) pernah berkata, “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes.” Tak ada yang pasti di dunia ini, kecuali kematian dan pajak.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pembayar pajak tidak
mendapatkan imbalan secara langsung, dana pajak yang terhimpun digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Sarana transportasi, fasilitas kesehatan, dana
pendidikan, subsidi bahan bakar minyak, biaya pertahanan dan keamanan, adalah beberapa
diantara program pemerintah yang dibiayai oleh pajak.
Agar
terhindar dari sanksi, kita perlu memahami apa saja jenis pelanggaran yang
dikenai sanksi pajak, serta apa saja bentuk sanksinya. Dasar hukum sanksi pajak ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (selanjutnya disebut dengan
UU KUP).
Jenis Sanksi Pajak
Secara umum sanksi pajak dibagi dalam dua
kategori, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi
berupa kewajiban membayar sejumlah uang kepada negara karena wajib pajak telah
melanggar peraturan yang berlaku. Sanksi administrasi terdiri dari denda, bunga
dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan yang berbentuk denda, kurungan, dan penjara.
Sanksi
Administrasi
Sanksi administrasi berupa denda
dikenakan terhadap pelanggaran terkait dengan kewajiban pelaporan pajak serta permohonan keberatan/banding
atas ketetapan pajak. Adapun sanksi denda terbagi menjadi:
a. Sanksi
denda terkait pelaporan pajak
Pasal 7 ayat (1) KUP mengatur denda keterlambatan
pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai berikut:
1) Rp500.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa
PPN, yang seharusnya dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
akhir masa pajak.
2) Rp100.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa
lainnya, yang seharusnya dilaporkan paling lama 20 hari setelah akhir masa
pajak.
3) Rp1.000.000,00 untuk
keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, yang seharusnya dilaporkan paling
lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak (30 April).
4) Rp100.000,00 untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan
PPh Orang Pribadi, yang seharusnya dilaporkan paling lama 3 bulan setelah akhir
tahun pajak (31 Maret).
b. Sanksi
denda terkait permohonan keberatan/banding
Berdasarkan UU KUP, dalam hal keberatan
wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi denda
sebesar 30% dari jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan. Persentase
sanksi ini turun dibanding ketentuan lama yang mengenakan denda sebesar 50%.
Dalam
hal permohonan banding ditolak atau
dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi denda sebesar 60% dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan. Denda ini juga turun dibandingkan dengan ketentuan lama sebesar 100%.
Penurunan denda atas putusan keberatan/banding ini diharapkan dapat
meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Sanksi administrasi berbentuk bunga
dikenakan terhadap pelanggaran terkait kewajiban membayar pajak. Berdasarkan
ketentuan terdahulu, sanksi bunga ditetapkan sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak
yang kurang dibayar. Melalui ketentuan baru, tarif bunga dilakukan relaksasi menjadi sebesar suku bunga acuan yang
ditetapkan secara berkala
melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Sanksi bunga berdasarkan KMK ini berfluktuasi mengikuti
suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI-7 Day Reverse Repo Rate), serta
ditambah persentase tertentu yang mempertimbangkan jenis kesalahan wajib pajak.
Sanksi administrasi berupa kenaikan
dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban material. Berikut contoh sanksi kenaikan adalah:
sebagai berikut:
1. Sanksi akibat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB). Jika berdasarkan hasil pemeriksaan
ditemukan PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasi atau dikenai tarif 0%, atau PPh yang telah dipotong/pungut tetapi tidak/kurang
disetor maka
dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 75% dari PPN/PPnBM/PPh yang tidak/kurang dibayar/setor. Sanksi ini turun dari ketentuan sebelumnya, yaitu
sebesar 100%.
2. Sanksi akibat penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), yang diakibatkan oleh adanya data baru yang belum
terungkap dan belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan pajak. Sanksi kenaikan dikenakan sebesar 100% dari
jumlah kekurangan pajak tersebut.
3. Sanksi akibat pemeriksaan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak kriteria tertentu, yang mengakibatkan terbitnya
SKPKB. Sanksi kenaikan ditetapkan sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang
dibayar.
Sanksi Pidana
Suatu perbuatan dianggap telah melanggar
hukum dan dapat dikenai sanksi pidana apabila memenuhi dua 2
unsur, yaitu actus reus (perbuatan lahiriah yang dilakukan) dan mens
rea (sikap batin pelaku pidana). Hukum pidana pajak termasuk dalam lex
specialist systematis, karena ditujukan khusus untuk pelaku perpajakan,
baik wajib pajak, petugas pajak, maupun orang lain yang terlibat di dalamnya.
Ketentuan formal dan material pidana pajak telah diatur secara khusus pada UU
KUP, terpisah dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Perbuatan pidana bisa bersifat kealphaan (culpa)
atau kesengajaan (dolus). Pasal 38 UU KUP mengatur pelanggaran yang
diakibatkan oleh kealphaan/kelalaian wajib pajak. Setiap orang yang
karena kealphaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang tidak
benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga
menimbulkan kerugian pendapatan negara dikenai sanksi denda sebesar 1 – 2 kali
jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar, atau dipidana kurungan 3 bulan
- 1 tahun.
Pasal 39 UU KUP mengatur tindakan-tindakan
pidana yang dengan sengaja dilakukan sehingga dapat merugikan pada
pendapatan negara, diantaranya: menyalahgunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)/pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), menolak untuk dilakukan pemeriksaan,
tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT tidak benar, memberikan pembukuan/catatan palsu, dll.
Sehingga
sanksi atas perbuatan yang disengaja
tersebut berupa penjara 6 bulan – 6 tahun, dan denda sebesar 2 - 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau jumlah restitusi/kompensasi
PPN/PPnBM yang telah dilakukan. Untuk menimbulkan efek jera, sanksi tersebut
dapat ditambahkan 1 – 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesai menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.
Bagaimana
Cara Menghindari
Sanksi Pajak?
Melakukan penghitungan, pembayaran, dan
pelaporan pajak di awal waktu sangat efektif untuk menghindari kesalahan yang tak disengaja. Selain itu, bagi wajib pajak yang melakukan pelaporan
pajak secara daring, harus mengantisipasi gangguan akses menjelang akhir tenggat waktu pelaporan,
mengingat banyaknya wajib pajak yang mengakses
aplikasi di saat yang bersamaan.
Bagaimana jika tenggat waktu sudah hampir
berakhir, sedangkan besaran pajak terutang belum selesai dihitung? Jika terkait
dengan pelaporan SPT
Masa, untuk menghindari denda
keterlambatan sebaiknya
wajib pajak melaporkan SPT Masa NIHIL atau dengan menggunakan
perhitungan sementara terlebih dahulu.
Selanjutnya segera menyampaikan SPT
Masa Pembetulan setelah perhitungan pajak
terutang diselesaikan.
Jika
terkait dengan SPT
Tahunan PPh Badan, misalnya karena
laporan keuangan belum selesai disusun atau masih dilakukan audit, maka wajib
pajak dapat menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan (SPT 1771 Y). Waktu
perpanjangan yang diberikan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian
SPT Tahunan PPh Badan. Apabila lewat dari 2 bulan, maka dikenakan denda
keterlambatan.
Ketika wajib pajak melakukan kesalahan pembayaran pajak, apa yang harus
dilakukan? Kekeliruan terkait Kode Akun Pajak (KAP)/Kode Jenis Pajak (KJP), NPWP/Nomor Objek Pajak (NOP), jumlah nominal yang disetor, masa/tahun
pajak, dapat diperbaiki dengan cara mengajukan permohonan pemindahbukuan.
Pemindahbukuan dapat dilakukan secara daring melalui aplikasi e-PBK pada laman pajak.go.id,
langsung ke KPP, atau melalui pos/jasa pengiriman.
Apabila kesalahan hitung dan kesalahan
bayar tersebut terlanjur
dilaporkan pada SPT, maka wajib pajak berhak melakukan pembetulan SPT, sepanjang belum dilakukan
pemeriksaan oleh DJP. Namun,
dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus
disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluarsa penetapan, yaitu 5 tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa/bagian tahun/tahun pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar