Senin, 09 April 2018

Anda pengurus Koperasi? Yuk Kita Kenali Kewajiban Pajaknya



Anda sedang mengelola Koperasi? Misalnya Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Karyawan, Koperasi pedagang pasar, Koperasi angkutan, Koperasi petani, dll.
Aspek perpajakan apa saja yang perlu anda ketahui?
Apa saja kewajiban anda? Mari kita kupas satu persatu.
Kewajiban anda sebagai pengurus Koperasi antara lain:
1.       Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NPWP adalah identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Datanglah ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana lokasi koperasi tersebut berada.
Persyaratan yang harus anda siapkan:
a.       Akta pendirian dan perubahan atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
b.      NPWP pimpinan/penanggung jawab koperasi;
c.       Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi WNI atau paspor bagi WNA yang menjadi penanggung jawab.
(Dasar Hukum: Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU KUP)).

2.       Jika Koperasi anda melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), dengan nilai peredaran usaha lebih dari 4,8 milyar setahun,  maka anda wajib meminta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Prosedur permohonan pengukuhan sebagai PKP sama dengan prosedur permohonan NPWP.
(Dasar Hukum: PMK-197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas PMK-68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN).

3.       Wajib menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan disajikan dalam laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba untuk periode tahun tersebut.

Syarat-syarat menyelenggarakan pembukuan sebagai berikut:
a.  Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sesungguhnya.
b.   Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam mata uang asing yang diijinkan Menteri Keuangan.
c.      Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
d.      Sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang.
(Dasar Hukum: Pasal 1 angka 29 UU KUP, Pasal 28 angka 1 dan 2 UU KUP)
4.       Wajib menghitung, menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh koperasi, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan koperasi , dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
  1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
  2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
  3. laba usaha;
  4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a.       keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b.      keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
c.       keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
d.      keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e.      keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
  1. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
  2. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  3. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  4. royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
  5. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  6. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  7. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  8. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
  9. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  10. premi asuransi;
  11. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  12. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  13. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
  14. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan;
  15. surplus Bank Indonesia.
(Dasar Hukum: Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh)
Dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak setahun, terdapat biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan.
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :
1.       Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dgn kegiatan usaha,
2.       Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
3.       Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4.       Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
5.       Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6.       Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7.       Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8.       Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a.       telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b.      WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kpd Dirjen Pajak; dan
c.       telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d.      syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh; (yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan)
9.       Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuan diatur Peraturan Pemerintah;
10.   Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuan diatur Peraturan Pemerintah;
11.   Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuan diatur Peraturan Pemerintah;
12.   Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuan diatur Peraturan Pemerintah; dan
13.   Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur Peraturan Pemerintah.
(Dasar Hukum: Pasal 6 Undang-Undang PPh)
Cara menghitung pajak terutang adalah sebagai berikut:
Penghasilan
xxx.xxx.xxx
Dikurangi Biaya-biaya operasional
xxx.xxx.xxx
Koreksi Fiskal Positif/Negatif
xx.xxx.xxx
Penghasilan Kena Pajak *)
x.xxx.xxx

Tarif Pajak untuk tahun 2010 keatas adalah sebesar 25%. (Pasal 17 Undang-Undang PPh)
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Yang dimaksud dengan peredaran bruto disini adalah merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi:
a) penghasilan yang dikenai PPh final
b)
penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final
c) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
.
(Dasar Hukum: Pasal 31 huruf e Undang-Undang PPh)

Contoh perhitungan pajak terutang sebagai berikut :
1)  Koperasi ABC dengan Peredaran Bruto Tidak Melebihi Rp 4.8 miliar.
Untuk koperasi  dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.8 miliar rupiah, maka bisa langsung menggunakan tarif 12.5%. Contoh:
Peredaran bruto koperasi ABC pada tahun 2017 sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar Rp 200.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Penghitungan PPh Terutangnya :
50% x 25% x Rp 200.000.000 = Rp 25.000.000
2)  Koperasi DEF dengan Peredaran Bruto Lebih dari Rp 4.8 miliar tetapi tidak lebih dari Rp 50 miliar.
Jika peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.8 miliar tetapi masih di bawah Rp 50 miliar, maka ada sebagian dari Penghasilan Kena Pajaknya yang dihitung dengan tarif 12.5%, dan ada sebagian yang lain yang tetap dihitung dengan tarif 25%. contoh :
Peredaran Bruto Koperasi DEF pada tahun 2017 sebesar Rp 48.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan PPh Terutangnya :
a) Bagian Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto yang mendapat fasilitas pengurangan tarif = (Rp 4.8 miliar / Rp 48 miliar) x Rp 3 miliar = Rp 300.000.000,-
b) Bagian Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas = Rp 3 miliar – Rp 300 juta = Rp 2.7 miliar

PPh Terutang dihitung dengan :
a) 50% x 25% x Rp 300.000.000 = Rp 37.500.000
b) 25% x Rp 2.700.000.000 = Rp 675.000.000
Jumlah PPh Terutang = Rp 712.500.000,-

5.       Wajib memotong Pajak Penghasilan
a.       PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Koperasi wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar:
1)      10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final.
2)      5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
3)      1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
4)      25% dari jumlah bruto hadiah undian (nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura).
5)      2% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha kecil, dan bersifat final.
6)      3% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha menengah dan besar, dan bersifat final.
7)      4% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi bagi yang tidak bersertifikasi usaha konstruksi, dan bersifat final.
8)      4% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi bagi yang bersertifikasi usaha konstruksi, dan bersifat final.
9)      6% dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi bagi yang tidak bersertifikasi usaha konstruksi, dan bersifat final.
b.      PPh pasal 21
Koperasi wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan karyawan, baik karyawan tetap, karyawan tidak tetap, maupun non-karyawan yang terutang PPh pasal 21.
c.       PPh Pasal 23
1)      sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti dan hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
2)      sebesar 2% (dua persen) dari penghasilan bruto tanpa PPN atas penghasilan dari jasa lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 yang terbit tanggal 24 Juli 2015.
(Dasar Hukum: Pasal 4, Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang PPh)
6.       Wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai.
Penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh koperasi yang peredaran bruto setahun telah melebihi 4,8 milyar, wajib dikenakan PPN. Maka koperasi wajib memungut  PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN yang terhutang setiap bulan. (Dasar hukum: PMK-197/PMK./2013)
Pada prinsipnya seluruh Barang dan Jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dikenakan PPN.
 (1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.      pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f.        ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g.       ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h.      ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(Dasar Hukum: Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (Selanjutnya disebut Undang-Undang PPN)

Tetapi pada terdapat barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN yaitu:
Kelompok Barang yang Tidak dikenai PPN:
  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu : minyak mentah (crude oil), gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses menjadi briket batubara dan bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit;
  2. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat ataupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga atau catering;
  4. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Kelompok Jasa yang Tidak dikenai PPN:
  1. jasa pelayanan kesehatan medis;
  2. jasa pelayanan sosial;
  3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
  4. jasa keuangan;
  5. jasa asuransi;
  6. jasa keagamaan;
  7. jasa pendidikan;
  8. jasa kesenian dan hiburan;
  9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
  11. jasa tenaga kerja;
  12. jasa perhotelan;
  13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
  14. jasa penyediaan tempat parkir;
  15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
  17. jasa boga atau katering.
(Dasar hukum Pasal 4A Undang-Undang PPN)



Semoga dengan menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan kewajiban perpajakan dengan benar, mendorong tata kelola koperasi menjadi lebih partisipatif, transparan dan akuntabel, sehingga benar-benar menjadi sokoguru perekonomian negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar