Minggu, 12 Maret 2023

Sekolahku


Diminta salah satu guru untuk menulis kesan/pesan sebagai alumni,

salah satu bahan kelengkapan akreditasi sekolah.

Ijin simpen dimari ya prends..


Selain orang tua, SDN Kare 01 adalah institusi pertama yang memberikan pijakan kepadaku tentang kejujuran, ketekunan, dan kerja keras.

Para guru di masa itu, terkenal disiplin, tegas, tidak pilih kasih.

Pak Tarwo, Pak Karno, Pak Sugeng, Pak Mul, Pak Marin, Bu Yatmi, Bu Marem. Bu Kat,

Adalah sebagian nama yang masih sering kusebut dalam doaku.

 

Kebetulan bapak-ibuku alm  dulu juga guru SDN Kare 01.

Jangan dikira aku diperlakukan istimewa dan dimanja karena anak guru.

Bapak pernah memukulku dengan bambu penunjuk papan tulis,

Karena berisik mengganggu teman di kelas.

Tanganku merah, hatiku sakit.

Tapi bertahun kemudian aku paham, ayahku sedang mengajariku tentang KEDISIPLINAN,

Prinsip yang sekarang ingin kutanamkan kepada ke-empat anakku.

 

Ibuku guru bahasa indonesia,

Nilai menulis halusku jelek karena tulisanku beda tipis dengan resep dokter. Berantakan.

Di rumah ibu tidak sekalipun membahas tentang nilai itu.

Langsung ditulisnya di rapot.

Rapot itu masih kusimpan sampai sekarang.

Kutunjukkan pada anak2ku bahwa neneknya dulu sudah menerapkan KEADILAN,

Barang langka yang susah dijumpai di jaman edan ini.

 

Lahir dari keluarga sederhana dan tinggal di desa, membuatku minder ketika hijrah ke ibukota Jakarta.

Hiruk pikuk, gemerlap, centang perenang, dan terkadang menyilaukan mata.

Aku bersemangat saat pulang ke Kare menengok makam kedua orang tua,

Sejuknya udara mengurai pikiran yang ruwet dengan pekerjaan.

Beningnya air pegunungan menyegarkan jiwa yang kadang sesak dengan berbagai persoalan.

Nasehat para guru SD kembali terngiang.

Damai, tenang, tenteram.

 

Terimakasih almamaterku, Bapak/Ibu guruku,

Maafkan atas kenakalanku dulu,

Jika ada karyaku yang terhisab sebagai amal kebaikan, ada andilmu disana.

Semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap urusanmu, di dunia dan akhirat.

 

Kudoakan para guru, staf administrasi, office boy, ibu kantin, dan seluruh jajaran SDN Kare 01 yang saat ini bertugas,

Diberikan kesabaran, keikhlasan, keberkahan dalam mendidik generasi penerus.

Dari tangan beliau-beliau ini, kelak akan lahir pemimpin, ulama, guru,  profesional, pedagang, seniman,

Yang amanah, jujur, adil, bermanfaat untuk bangsa, agama, dan masyarakat.

Amiiin...

 

Jakarta, 13 Maret 2023



Minggu, 05 Maret 2023

TAKDIR, Riwayat Pangeran Diponegoro



24 November 2019

Akhirnya selesai juga baca buku setebal 464 halaman ini.
Diterbitkan tahun 2007 bertajuk TAKDIR, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855), ditulis oleh Peter Carey, seorang Sejarawan asal Inggris yang telah lebih dari 40 tahun melakukan penelitian tentang Perang Jawa atau Perang Diponegoro.
Buku ini menjawab pertanyaan saya selama ini, mengapa Diponegoro berperang dengan pakaian kebesaran baju koko tanpa kerah, jubah dan surban putih khas ulama Timur Tengah? Mengapa tidak memakai kain jarik, surjan dan blangkon sebagai penutup kepala? Bukankah beliau berdarah biru, putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono III yang pastinya sangat menjunjung tinggi budaya Jawa?
Diponegoro memang ulama yang kharismatik di jamannya. Meskipun beliau biasa memakai jubah dilengkapi kain selempang di bahu kanan dan keris pusaka terselip di pinggang, tetapi beliau juga memakai busana keraton Jawa berupa surjan dan blangkon di kesempatan yang lain.
Pemahaman Diponegoro tentang Islam tercermin dalam otobiografi yang ditulisnya sendiri sewaktu mengalami pengasingan di Makassar. Beliau banyak mengutip ayat-ayat Alquran dalam setiap tulisan berjudul “Serat Babad Diponegaran” tersebut. Babad ini menekankan bahwa manusia harus menolak mempersekutukan Allah dengan segala makhluk, termasuk diri sendiri. Pangeran Diponegoro berusaha menyelaraskan dunia klenik/mistik Jawa yang masih sangat kental, dengan komitmennya pada ajaran Islam.
Kecintaannya pada tanah air, membangkitkan jiwa patriotik pemuda asal Tegalrejo yang aslinya bernama Raden Mas Ontowiryo ini. Didukung oleh Kyai Mojo, sahabat sekaligus asistennya selama Perang Jawa, penjajah Belanda mendeskripsikan Diponegoro sebagai pejuang yang gagah berani dan tak kenal takut.
Ketika akhir-akhir ini banyak pihak yang berusaha membenturkankan busana keagamaan dengan pakaian tradisional, serta mengaitkannya dengan rasa nasionalisme seseorang, maka saya sarankan untuk membaca buku ini.
Seseorang yang berpakaian menurut tuntunan agama yang diyakininya, tidak mendistorsi kesetiaan dan baktinya pada masyarakat dan bangsa, serta tetap menghargai budaya/tradisi.
Gak percaya? Diponegoro contohnya.

Kamis, 02 Maret 2023

Untuk Adikku Para Calon Jurnalis

 


Wahai adikku para calon jurnalis.

Aku mengabadikan momen ini 4 tahun yang lalu, saat mengikuti pelatihan menulis berita. Pemateri adalah jurnalis senior Majalah Tempo, sayang kulupa namanya. Kata beliau, “jurnalis itu satu kaki di surga, kaki lainnya di neraka.” Tulisan yang mengantarkan kepada kebaikan akan membawanya ke surga. Sebaliknya, tulisan yang keji akan mengantarnya ke neraka.

Dunia jurnalisme mengenal pepatah lama: “Bad news is good news.” Semakin buruk suatu peristiwa/keadaan, khalayak ramai akan semakin tertarik membaca berita itu. Tentu saja makin banyak dibaca makin “cuan.”

Kita berada di era digital, dimana portal berita mengejar click-bait, strategi untuk meningkatkan jumlah audiens pada sebuah konten. Strategi ini biasanya berupa judul yang menarik perhatian, bahkan kadang provokatif. Jika digunakan dengan bijak dan tidak berlebihan, click-baik sebenarnya tidak buruk. Tapi kita juga berada di tengah masyarakat yang tingkat literasinya masih menjadi PR bersama. Banyak pembaca yang merasa sudah puas membaca judul, dan malas membaca konten secara utuh. Sehingga click-bait membuat pembaca tersesat dan gagal paham.

Kembali ke soal materi, saat itu beliau mengupas 5 nilai  yang harus dipegang oleh para jurnalis:

1.       Kebenaran

Jurnalis hanya boleh menyampaikan fakta yang benar terjadi. Tidak boleh menambah atau mengurangi materi.

2.       Keadilan

Jurnalis harus mengambil posisi netral, tidak condong ke pihak manapun. Ia juga wajib melakukan “cover both side,” menyajikan informasi dari semua pihak terkait.

3.       Kemerdekaan

Jurnalis adalah pihak independen, tidak terpenjara oleh dominasi pihak lain. Harus tahan suap dari penguasa atau tekanan dari pemasang iklan.

4.       Akuntabilitas

Jurnalis harus bisa mempertanggungjawabkan semua yang ia tulis. Data-data yang menjadi dasar tulisan harus disimpan baik-baik, berjaga seandainya suatu saat diperlukan.

5.       Kemanusiaan

Pembaca maupun penulis berita adalah sama-sama manusia.  Menghormati dan menghargai sesama adalah sikap yang harus dipelihara ketika jurnalis menyampaikan berita.

 

Wahai adikku para calon jurnalis, penamu adalah pedang. Sampaikan fakta secara utuh. Salah katakan salah, benar tuliskan benar. Bayangkan jika tulisanmu mengakibatkan para pembacamu ramai-ramai  menusukkan pedang ke pihak yang kau tuduh, sedangkan ia seharusnya tidak bersalah. Bawalah rejeki halal ke anak istrimu dengan menyampaikan fakta yang benar, adil, merdeka, akuntable, dan mengedepankan hati nurani.

Salam sayang.