Selasa, 23 April 2019

Ibuku


Rabu, 24 April 2019.
Entah kenapa pagi ini tiba2 terbayang almarhumah ibu.

Ibuku dulu sering sekali bilang, “Kamu boleh gak setuju sama ibu tapi jangan membantah. Menyakiti hati orangtua akan membuat hidupmu gak berkah. Coba liat si anu, si anu dan si anu. Kehidupannya berantakan karena orangtuanya gak ridho.”

Kata-kata ibu yg itu selalu terngiang.
Sepanjang ingatanku, sejak usiaku baligh sampai beliau meninggal,  selalu berusaha untuk tidak membantah. Ketika tak setuju, aku memilih untuk diam. Kemudian mencari saat yang tepat di lain kesempatan, untuk menyampaikan pendapatku beserta alasannya. Biasanya ibu bisa mengerti dan bisa memahami.
(Jika ada kekhilafanku menyakitinya selama ini, ampuni aku yaa Rabb..)

Tahun 1995 saat aku sudah menjalani 2 minggu kuliah di ITS Surabaya, Ibu datang menjemput, membawa gulungan kertas pengumuman STAN. Ada namaku dilingkari tinta merah.
Gamang antara hijrah ke Jakarta atau tetap bertahan di Surabaya. Di Surabaya aku punya kakak, sedangkan di Jakarta tak punya siapa-siapa. Bagiku Jakarta adalah kota besar yang seram dan menakutkan.

Demi menjaga perasaan ibu, kuturuti perintahnya, meski dengan berat hati.
Ibu yang paham bahwa aku menjalani kuliah dengan terpaksa, selalu menyemangati dengan mengirimkan surat via pos. Saat itu belum ada jaringan telepon di kampung kami. Berpuluh tahun kemudian baru kusadari, ridho ibu dan bapak lah yang membuatku akhirnya bisa mencintai akuntansi, pelajaran momok yang kubenci sewaktu di bangku sekolah.

Ibuku memang perempuan biasa. Gak pintar2 amat, gak sabar2 amat, shalihah banget juga enggak. Tapi doanya selalu ada untuk kami, anak2nya. Doa yang tulus dengan bahasa jawanya yang medhok, karena beliau gak hafal doa-doa berbahasa Arab. Kadang berdoa keras2 dengan berlinang air mata, membuat kami menjadi sangat takut kualat kalo mendurhakainya.

Ibuku wafat di hari Senin sore, 30 September 2014.
Tak terkatakan sedihku karena tak dapat menemuinya untuk yang terakhir kali.
Hanya menjumpai gundukan tanah merah tempatnya disemayamkan.
Mendadak pergi tanpa sakit, tanpa meninggalkan pesan. Sesuai dengan cita-cita beliau yang tidak ingin sakit berkepanjangan dan tak ingin merepotkan orang lain jika sudah tiba saatnya pulang.
Ampuni ibuku Yaa Rabb. Lapangkanlah dan terangilah alam kuburnya. Masukkan ke surgamu yang kekal abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar