Seiring dengan perkembangan teknologi
masa kini, dimana gadget menjadi
kebutuhan utama generasi millenial, pertumbuhan pengguna media sosial semakin pesat. Survey “We Are Social” menyatakan bahwa
150 juta penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial. Masing-masing orang memiliki 11 akun media
sosial dengan waktu berselancar rata-rata 3 jam per hari. Per bulan Maret 2019,
youtube menduduki peringkat pertama
platform yang paling sering digunakan, disusul oleh Whatsapp, Facebook,
Instagram, Line, Twitter, Facebook Messenger, Blackberry Messanger dan
Linkedln.
Youtube sebagai salah satu jenis Social
Media Influencer, ternyata memberikan penghasilan yang cukup besar, dan
terus bertumbuh. Jenis-jenis penghasilan yang diterima youtubers antara lain:
1.
Iklan.Pop-Up
Youtube
memberikan uang kepada pengisi konten dengan meletakkan pop-up iklan pada awal,
tengah, dan akhir video, tergantung berapa lama durasi video tersebut. Iklan
pop-up ini biasanya hanya diletakkan pada video populer atau video dari akun
youtube populer.
2.
Endorsement
Para
produsen membayar para artis untuk mengenakan barang produksi mereka.
3.
Patreon
Penggemar
melakukan pembayaran bulanan untuk bisa melihat video eksklusif yang tidak
ditayangkan di youtube biasa.
4.
Google
Adsence
Youtube menayangkan
banner pada video yang ditonton penggemar.
Dikutip dari situs www.socialblade.com,
sebuah situs web penyedia data statistik
para influencer di media sosial berbasis di Amerika Serikat ,
per tanggal 23 April 2019, ranking youtubers
di Indonesia berdasarkan jumlah subscriber disajikan dalam table berikut:
Ranking
|
Username
|
Subscriber
|
Video Views
|
Estimasi penghasilan
Setahun ($/Rp)
|
1.
|
Atta Halilintar
|
14,258,550
|
1,125,754,216
|
$348.5K
- $5.6M/
Rp4,7M-Rp75,6M
|
2.
|
Ricis Official
|
12,629,910
|
1,414,239,807
|
$350.8K
- $5.6M/
Rp4,7M-Rp75,6M
|
3.
|
Calon Sarjana
|
8,891,181
|
1,702,701,327
|
$273.4K
- $4.4M/
Rp3,6M-Rp59,4M
|
4.
|
Gen Halilintar
|
8,612,478
|
1,484,307,685
|
$535.2K
- $8.6M/
Rp7,2M-116M
|
5.
|
Rans Entertainment
|
6,749,914
|
842,417,175
|
$332.2K
- $5.3M/
Rp5,9M-Rp71,5M
|
*) menggunakan asumsi kurs Rp13.500/US$
Meskipun angka
yang disajikan tersebut berpatokan pada tarif yang berlaku di Amerika Serikat,
sedangkan sesungguhnya tarif untuk tiap negara berbeda, tapi cukup memberikan
gambaran bahwa jumlah uang yang berputar pada platform ini cukup besar.
Menurut pendapat
penulis, pengenaan pajak youtubers ini sebenarnya tidak berbeda dengan Wajib
Pajak lain, tunduk pada Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku. Perlakuan pajak untuk
youtubers ini sama dengan artis yang melakukan pekerjaan sejenis, di media
televisi, radio, koran/majalah, yang selama ini penghasilannya langsung
dipotong pajak oleh pemberi penghasilan, kemudian mereka akan melaporkan pajak
tersebut pada SPT Tahunan, tentu saja dilakukan perhitungan dan pembayaran
terlebih dahulu jika ada pajak yang kurang dibayar. Undang-Undang Perpajakan
menganut sistem self assessment,
yaitu menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak terutang secara
mandiri.
Youtubers yang mendapatkan penghasilan diatas threshold PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), wajib memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), kemudian melakukan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan Lampiran I angka 1341-1346 Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kegiatan youtubers ini masuk dalam kategori
kegiatan hiburan, seni dan kreativitas lainnya, dengan norma penghitungan
penghasilan neto sebesar 35%.
Sebagai contoh
seorang youtuber mendapatkan penghasilan sebesar Rp200 juta setahun, dengan
status belum menikah. Maka pajak yang terutang adalah:
5% x ((Rp200.000.000,-x35%)-54.000.000)
= Rp800.000,-
Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) selaku otoritas yang berwenang menghimpun penerimaan pajak ,diharapkan
melakukan lebih banyak lagi edukasi kepada para youtubers yang rata-rata adalah
generasi milenial masa kini. Mereka belum melakukan kewajiban perpajakan dengan
baik bisa jadi bukan karena enggan menyisihkan penghasilan untuk membayar
pajak, tapi karena ketidaktahuan mereka akan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Mereka harus didorong untuk tak hanya menjadi panutan bagi penggemar di dunia
maya melalui konten yang positif, tetapi juga harus memberikan keteladanan
sebagai warga negara yang baik dengan membayar pajak.
DJP menghadapi
tantangan yang cukup berat untuk melakukan pengawasan pemenuhan kewajiban
perpajakan para youtubers ini. Youtube sebagai pihak pemberi
penghasilan adalah entitas luar negeri yang tidak tersentuh oleh ketentuan
Undang-Undang Pajak Indonesia, sehingga tidak dapat dilakukan crosscheck data penghasilan yang
diberikan dengan yang dilaporkan oleh youtubers.
Kendala ini seharusnya ke depan harus dicari solusinya, salah satunya dengan
menggunakan Exchange of Information (EOI)
antara DJP dengan otoritas pajak dimana platform tersebut berada.
Selain itu, belum
adanya single identity number (SIN) untuk
seluruh penduduk Indonesia, mengakibatkan data penduduk tidak terintegrasi.
Sulit melakukan sinkronisasi data para youtubers
dengan data NIK (Nomor Induk Kependudukan), apalagi dengan NPWP. Banyak
youtubers yang belum melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar, bahkan
ada pula yang belum memiliki NPWP.
Pembukaan data
perbankan juga dapat membantu DJP untuk memverifikasi kebenaran pelaporan
pajak. Penghasilan para youtuber tersebut tentu melalui transfer rekening bank
bukan? Data tersebut dapat ditelusuri, kemudian dilakukan himbauan kepada yang
bersangkutan agar segera memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar.
Jika kita bandingkan
dengan negara tetangga (Singapura), otoritas pajak mereka yaitu Inland Revenue
Authority of Singapore (IRAS) telah mengatur secara khusus tentang pajak
penghasilan terhadap kegiatan blogging,
advertising, serta kegiatan lain yang dilakukan melalui platform media
sosial. Setiap warga negara Singapura yang mendapatkan penghasilan non monetary benefit (contoh:
endorsement) lebih besar dari US$100, maka wajib melaporkannya sebagai
penghasilan. Jika non monetary benefit
tersebut berupa barang yang sekali pakai, makanan misalnya, maka tidak wajib
dilaporkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Berbeda dengan IRAS, Internal Revenue Services (IRS) sebagai
otoritas pajak Amerika Serikat menetapkan jika seorang warga negara mendapatkan
penghasilan dari penayangan video youtube, baik dari iklan ataupun penghasilan
lain sehubungan dengan video tersebut, lebih
besar dari US$600 dalam setahun, maka akan langsung mendapatkan formulir “1099-Misc”, yaitu bukti rincian
penghasilan selama setahun. Formulir ini selain diberikan kepada youtuber, juga
langsung dilaporkan kepada IRS oleh youtube. Youtubers wajib melaporkan pajak
terutang dari penghasilan tersebut, setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
dapat dikurangkan (deductible expenses)
yaitu: Penyusutan peralatan seperti kamera dan perlengkapannya, advertising, keperluan kantor seperti
kertas, pensil, penggunaan gadget, biaya konsultan, biaya transportasi, conference fee, video editing software, dan data
storage.
Jika beberapa negara
lain sudah selangkah di depan dalam hal penegasan pengenaan pajak, maka kita
tunggu gebrakan pemerintah pasca pemilu 2019 ini. Siapapun presiden terpilih,
semoga pengenaan pajak kepada para youtubers ini menjadi perhatian, demi rasa
keadilan terhadap semua penyedia konten kreatif di Indonesia.
Dimuat di Harian Ekonomi Neraca Jumat, 26 April 2019
Dimuat di Harian Ekonomi Neraca Jumat, 26 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar