Latar Belakang
Status pandemi
di Indonesia resmi berakhir pada pertengahan tahun ini. Presiden Joko Widodo
menandatangani Keppres Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status
Pandemi Corona Virus Disease 2019 di Indonesia tanggal 22 Juni 2023.
Pola kerja Work From Home (WFH) yang berlaku saat pandemi, telah mengubah makna
diksi “bekerja” ke dalam terminologi baru, yaitu tidak harus berada
di kantor utama.
Pasca era
WFH, Flexible Working System (FWS) menjadi alternatif pilihan baru. Selain
di kantor, pegawai bisa bekerja di tempat tinggal masing-masing atau lokasi
lain yang relatif dekat dengan tempat tinggal pegawai. FWS diharapkan menjadi
cara kerja baru yang dapat menjaga dan meningkatkan produktivitas pegawai.
Manfaat dan Tantangan
Beberapa manfaat FWS antara
lain:
1. Mengurangi waktu perjalanan ke kantor.
Pegawai harus menyediakan banyak waktu untuk
mencapai kantor. Apalagi jika melewati rute kemacetan yang menambah durasi
perjalanan dan menimbulkan suasana hati yang tidak nyaman. Waktu
tersebut seharusnya dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lain yang lebih
bermanfaat.
2. Menghemat biaya.
Pegawai dapat mengalokasikan biaya transportasi dan makan siang
di kantor untuk keperluan lain.
3. Work Life Balance.
Produktifitas pegawai meningkat karena mereka dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan masih ada waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Pegawai dapat mengatur waktu dan tempat bekerja sesuai dengan selera dan
suasana hatinya.
4. Mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Pegawai yang berkantor di kota-kota besar harus menghadapi
kemacetan setiap hari. Emisi kendaraan bermotor memenuhi udara dengan polutan
yang berdampak buruk pada kesehatan pegawai.
Setiap perubahan tidak hanya
hanya menimbulkan manfaat, tapi juga tantangan seperti:
1. Koordinasi antar pegawai terhambat, sehingga
perlu ditetapkan waktu tertentu untuk berkumpul dengan semua pegawai di kantor.
2. Batasan jam kerja yang tidak jelas juga menjadi
keluhan pegawai. Penugasan diluar jam kerja sering terjadi, sehingga pegawai
menjadi sering lembur di lokasi FWS.
3. Gangguan kerja baik dari diri sendiri maupun
keluarga menjadi kendala, sehingga diperlukan kedisiplinan dan manajemen waktu
yang baik.
4. FWS tidak disukai oleh pimpinan yang kurang
percaya kepada bawahan. Di sisi lain, cara ini juga tidak cocok untuk bawahan
yang kinerjanya tergantung kepada pengawasan pimpinan. Sistem monitoring
kinerja pegawai harus disiapkan untuk menjembatani kendala ini.
FWS pada Kementerian Keuangan
Kementerian
Keuangan telah dua kali melaksanakan survei kepada pegawai terkait FWS, yaitu
pada Tahun 2019 dan 2022. FWS merupakan salah satu topik yang ditanyakan kepada
responden melalui Survei Ministry of Finance Organizational Fitness Index
(MOFIN). Tujuan survei MOFIN untuk
menjaga kesehatan organisasi, dengan mengukur apa yang terjadi dan juga alat
untuk menyampaikan aspirasi pegawai kepada organisasi.
Hasil survei
disajikan pada diagram berikut:
Keterangan:
A. Harapan Pegawai
Fleksibilitas jam kerja diharapkan oleh 57% responden. Sejumlah
31% responden ingin menerapkan pola kerja FWS, dan sisanya tidak mengharapkan
pola kerja fleksibel sebanyak 12%.
B. Harapan Pegawai
Sebanyak 60,82% responden berminat untuk menerapkan pola kerja
FWS dengan lokasi bekerja di mana saja. 24,67% responden mengharapkan dapat
bekerja dari Kantor Kemenkeu terdekat. Sedangkan sisanya ingin bekerja dari
rumah sejumlah 14,5%.
Hasil
survei MOFIN terkait FWS tersebut ditindaklanjuti dengan penetapan dasar hukum
sebagai pijakan pelaksanaan FWS, yaitu:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-223/KMK.01/2020
tanggal 6 Mei 2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible
Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-453/KMK.01/2020
tanggal 8 Oktober 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Activity Based Workplace
di Lingkungan Kementerian Keuangan;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-416/KMK.01/2020
tanggal 26 November 2023 tentang Sistem Kerja Fleksibel di Lingkungan
Kementerian Keuangan.
Kriteria
pekerjaan yang diprioritas untuk melaksanakan FWS adalah yang terkait dengan
perumusan kebijakan atau rekomendasi kebijakan, pekerjaan yang tidak
berhubungan secara tatap muka dengan pengguna layanan (baik internal maupun
eksternal Kementerian Keuangan), dan pekerjaan yang dapat dilakukan dengan
menggunakan fasilitas daring. Selain ketiga kriteria tersebut, masing-masing
Unit Eselon I atau Unit Organisasi Non-Eselon dapat menetapkan kriteria lainnya
setelah mendapat rekomendasi dari Sekretaris Jenderal.
Siapa
saja yang boleh melaksanakan FWS? Pegawai yang dapat melaksanakan FWS harus
memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:
1. memiliki Nilai Prestasi Kerja Pegawai (NPKP)
paling rendah bernilai "baik" untuk satu tahun penilaian sebelumnya;
2. tidak sedang dalam proses pemeriksaan
terkait dengan pelanggaran disiplin atau tidak sedang menjalani hukuman
disiplin berdasarkan ketentuan yang berlaku; dan
3. dapat bekerja secara mandiri, bertanggung
jawab, berkomunikasi efektif dengan atasan, rekan kerja dan pihak lain serta
responsif terhadap instruksi penugasan.
Pimpinan
yang berwenang dapat menugasi sebagian/seluruh pegawai pada unit kerjanya untuk
melaksanakan FWS jika terjadi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial
atau keadaan tertentu lainnya.
Kementerian
Keuangan telah menetapkan lokasi dan mekanisme pelaksanaan FWS yang dibagi ke
dalam 4 kategori yaitu: Work From Home, Co-Working Space, Satellite
Office, dan lokasi lainnya.
Work
From Home adalah bekerja dari rumah, tempat tinggal
sementara, dan homebase. Pegawai wajib menyediakan sarana dan prasarana
penunjang seperti ruang kerja yang memadai,
perangkat komputer, koneksi internet yang baik, serta mengaktifkan
aplikasi percakapan dan rapat daring apabila diperlukan. Pegawai harus mampu mengontrol dirinya dan membangun
kebiasaan disiplin secara mandiri tanpa pengawasan atasan. Bekerja dari rumah atau di kantor tetap memiliki
kewajiban dan tanggung jawab yang sama.
Co-working
Space adalah
unit pada Kementerian Keuangan yang telah menerapkan konsep Activity Based Workplace
(ABW) dan digunakan sebagai ruang kerja bersama. Kantor Pengelolaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Barang Milik Negara (KPTIK BMN) Makassar
ditunjuk sebagai piloting project metode ini, selanjutnya diikuti oleh berbagai
kantor lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Pegawai tidak mendapatkan
alokasi meja secara khusus. Mereka bersama-sama berada pada ruang terbuka sehingga
bisa saling bertukar meja. Cara ini diharapkan dapat mendorong terciptanya
iklim kolaboratif, inovatif, dan kreatif di kalangan pegawai.
Satellite
Office adalah
kantor di luar kantor pusat atau kantor utama yang dapat digunakan untuk
bekerja oleh pegawai di seluruh unit di Kementerian Keuangan. Pada tahap awal,
Sekretariat Jenderal Kemenkeu telah menunjuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) Bogor yang berada di daerah Paledang, Bogor sebagai pilot
project satellite office. Kota Bogor terpilih karena menjadi penyangga
Ibukota Jakarta, sehingga pegawai yang berkantor di Jakarta tidak harus
menempuh perjalanan jauh menuju ke kantor. Pada lokasi tersebut disiapkan ruang
kerja dengan konsep open space yang dapat menampung banyak pegawai.
Ruang tersebut dilengkapi dengan koneksi internet dan intranet, tempat
penyimpanan barang pribadi, sarana ibadah dan fasilitas pelengkap lainnya.
Lokasi
lain dapat ditetapkan sebagai tempat
bekerja pegawai apabila terdapat kondisi tertentu dan tentu saja atas
persetujuan pimpinan. Lokasi tersebut harus memiliki sarana dan fasilitas
penunjang pelaksanaan tugas, serta tidak membahayakan keamanan, kesehatan,
keselamatan, dan mencemarkan nama baik pegawai dan organisasi.
Kementerian
Keuangan terus melakukan upaya peningkatan sarana dan prasarana terkait FWS,
diantaranya: penyempuranaan fitur kolaborasi pada aplikasi e-Kemenkeu, perbaikan
proses bisnis yang mendukung pelaksanaan FWS, serta penyesuaian pengadaan Barang
Milik Negara (BMN) dengan mengganti komputer meja (desktop) menjadi
komputer jinjing (laptop).
Selain
tempat bekerja, fleksibilitas waktu bekerja juga telah diatur pada KMK-416/2023
tersebut. Pekerjaan dapat dilakukan melalui pengaturan khusus, dimana ketentuan
hari dan jam kerja pegawai ditetapkan dengan mempertimbangkan jenis mekanisme
sbb:
1. mekanisme rotasi kerja (shift);
2. mekanisme penjadwalan (roster); dan
3. mekanisme bekerja lainnya.
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyatakan
bahwa pengaturan FWS pada Kemenkeu adalah salah satu best practice yang
dapat dijadikan teladan oleh kementerian lain. Pada tanggal 29 September 2020, tim
dari Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan mendapatkan undangan untuk
melakukan sharing session penerapan FWS sebagai masukan untuk penyusunan
kebijakan Flexible Working Arrangement tingkat nasional.
Penutup
Flexible
Working Space merupakan
salah satu Inisiatif Strategis untuk menyukseskan transformasi digital yang
merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan. Penerapan FWS
diberlakukan secara selektif dengan memperhatikan karakteristik dan kriteria
pegawai, agar tujuan mewujudkan proses bisnis dan layanan yang efektif dan efisien dari sisi biaya, mutu, dan
waktu dapat terwujud. Penerapan konsep ini memerlukan integritas,
profesionalisme dan tanggung jawab dari seluruh jajaran pegawai, baik pimpinan
maupun bawahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar