Senin, 22 Januari 2024

Berkelana ke Samalona


Saya mendengar nama ini dari lagu reggae karya alm. Imanez yang dirilis pada tahun 1996. Generasi Gen Z belum tentu kenal dengan mantan bassis grup musik Slank yang bernama asli Abdul Firmansyah Jusuf Saad ini. Lagu ini bercerita tentang keindahan pulau mungil seluas 2,34 hektar yang berada di sebelah barat daya pantai barat Makassar. Kurang lebih berjarak tujuh kilometer dari sana.

Samalona adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Spermonde, wilayah Kelurahan Lae-Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Konon nama Spermonde diberikan oleh orang Belanda, karena jajaran pulau-pulau itu bentuknya mirip seperti gerakan sperma. 

Pertengahan Agustus 2023, saya dan teman-teman berkunjung ke tanah Daeng. Beberapa kawan yang kami jumpai di kota ini merekomendasikan Samalona untuk berwisata. Hari Sabtu pukul tujuh pagi, selepas sarapan kami bergegas menuju dermaga Kayu Bangkoa, Losari. Jarak dari penginapan ke dermaga hanya sekitar 700 meter. Kami tempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 10 menit.

Pak Chaerul, pemandu kami, sudah standby menunggu di atas kapal motornya. Setelah berbincang dan mencapai kesepakatan harga, kapal segera melaju menuju Samalona. Beliau menjelaskan, masih banyak pulau-pulau lain dengan penghuni asli yang turun- temurun tinggal disana. Ada Pulau Kayangan, Barrang Lompo, dan Lae-lae.

Kapal motor yang kami tumpangi mampu mengangkut 10-15 penumpang. Tentu saja kami harus mengatur posisi duduk agar kapal seimbang. Tak ada peralatan keselamatan di kapal ini. Jasa antar jemput kapal kami bayar seharga Rp500 ribu untuk seharian.


Kurang lebih 35 menit kami menikmati perjalanan laut.  Cuaca pagi itu cerah, sehingga kami bisa melihat dengan jelas hilir mudik kapal kargo, kapal nelayan pencari ikan, juga kapal kecil yang dinaiki para wisatawan. Udara Makassar yang panas tak terasa, tersapu oleh angin laut yang menderu-deru.

Sampai di dermaga Samalona, plang selamat datang menyambut kami. Terpampang logo Direktorat Jenderal Pajak di papan itu. Ternyata Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara pernah mengadakan aksi sosial di pulau ini pada tanggal 28 Juli 2022. Aksi Pajak Peduli Lingkungan dilaksanakan dalam rangka Hari Pajak yang diperingati setiap tanggal 14 Juli.



Sejumlah 81 relawan pajak menyerahkan bantuan sosial kepada penduduk setempat berupa peralatan kebersihan, tempat sampah, perlengkapan ibadah, dan sembako. Para relawan juga melakukan aksi pembersihan sampah, serta memperbaiki papan nama Samalona. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan baik antara DJP dan masyarakat.

Pasir halus berwarna putih menjadi pembatas area pulau dengan laut yang jernih. Rombongan ikan dapat dilihat dengan jelas, sehingga mudah ditombak atau dijaring. Kami menjumpai sebuah keluarga yang sedang membakar ikan ayam-ayam (balistidae) dan cumi berukuran besar, hasil dari menombak. Sedap sekali baunya.


Sembari duduk di saung, kami memesan pisang Peppe, pisang goreng khas Makassar yang disajikan dengan sambal terasi. Awalnya terasa aneh di lidah saya, tapi lama-lama enak juga. Disajikan panas-panas sebagai teman kopi hitam. Apalagi makan bersanding dengan belahan jiwa.  Ahayy nikmatnyaa. 

Selain cemilan, kita bisa memesan makanan besar dengan lauk-pauk lengkap. Penduduk setempat membuka warung makan dengan menu andalan ikan dan hasil laut lainnya. Ikan bisa dimasak dengan bumbu pallumara, pallukaloa, parape, dst.


Seperti lazimnya pantai wisata lain, dermaga Samalona menjadi spot foto terbaik. Latar belakang birunya air laut yang memantulkan cahaya surya menjadi favorit pengunjung. Di sini kami juga menyaksikan anak-anak lokal berlompatan turun ke laut, memamerkan kemampuan berenang mereka yang tentu tak diragukan lagi. Mereka menggoda rombongan ikan sehingga tercerai berai. Anehnya, sekian detik kemudian para ikan itu berkumpul kembali. Insting dari Sang Pencipta, agar mereka dapat membela diri bersama-sama.


Beberapa wisatawan asing tampak menghuni beberapa penginapan sederhana di pulau ini. Pasokan listrik berasal dari genset, karena tidak mungkin listrik PLN sampai ke tempat ini. Warung serba ada menyediakan kebutuhan para pelancong. Barang-barang kebutuhan dikirim melalui kapal, sehingga harganya cukup mahal karena ditambah harga solar sebagai bahan bakar kapal motor.

Penyewaan peralatan snorkeling tampak berjajar di pinggir pantai. Satu set alat yang terdiri dari masker, cerobong udara (snorkel), fins (sepatu katak), dan jaket pelampung disewakan dengan harga Rp150 ribu. Khabarnya terumbu karang dan biota laut di sekitar pulau ini sangat indah, sehingga penyewaan alat snorkeling ini laris manis diserbu pengunjung.

Kami berjalan kaki mengelilingi pulau. Tampak bendera merah putih terpasang di pinggir pantai. Ia berkibar dengan gagah ditiup angin laut, seolah sedang berkata: tempat indah ini milik Indonesia, wajib kau jaga. Kamipun bergiliran mengambil foto disamping Sang Saka. Ada rasa haru menyeruak di dada.


Matahari mulai tergelincir ke arah barat. Pak Chaerul sudah beberapa kali memberi kode, agar kami segera menaiki kapal. Waktu berkunjung telah habis, dan kami harus segera kembali ke Losari. Sebagai kenangan terakhir, beliau memutar haluan kapal, kemudian mengambil foto kami dengan latar belakang Samalona yang indah.  Berfoto dengan handphone jadul pun hasilnya  seindah ini. 
Ahh.. priceless moment.



Berbekal udara bersih dan segar yang telah memenuhi paru-paru, kami kembali ke Makassar. Menabung memori, bahwa kami pernah sampai di pulau eksotis ini. Insyaallah, suatu saat nanti kami akan kembali.

See you next time, Samalona




1 komentar: