Jumat, 23 Februari 2024

Stadion 1,18 Triliun



Badan rasanya nano-nano. Bepergian dengan pesawat udara ke 2 kota yang berbeda dalam 4 hari cukup menguras energi. Saya harus sampai di lokasi pukul 8 pagi, sehingga berangkat dari Jakarta sebelum subuh. Bagi anda yang sering naik pesawat melalui Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta tentu paham, bagaimana rasanya menggendong ransel sambil  berlarian di koridor terminal sepanjang 2,4 km itu.

Kegiatan hari itu sudah tuntas. Keesokan paginya, rebahan selepas sholat subuh ternyata tak banyak membantu mengembalikan stamina. Ditambah lagi kepikiran anak bontot, yang sempat melow karena beberapa hari gak ketemu emaknya. Mengeluarkan keringat  sepertinya patut dicoba. Mana tau jadi moodbooster, mengembalikan nyawa yang separuhnya tidak berada pada tempatnya.

Pekanbaru kota yang kecil. Kemacetan tak separah Ibukota, sehingga taksi online yang saya pesan tiba dengan cepat. Awan mendung menggantung, menggoda iman. Sempat galau. Jadi - nggak - jadi - nggak. Ahh, saya memutuskan untuk berperang melawan malas. Gass..

Pak sopir menghentikan mobil tepat di depan pintu masuk. Celingak-celinguk saya mencari tulisan nama stadion ini. Gak ketemu. Saya bertanya kepada penjual minuman, dimana saya bisa menemukan nama stadion ini. Ternyata memang tidak ada papan nama apapun yang disematkan di gelanggang olahraga ini. Gagal deh ber-swafoto di depan tulisan.

Stadion yang mampu menampung 43.923 orang ini mulai dibangun pada tahun 2009-2012. Menghabiskan dana Rp1,18 triliun, venue ini digunakan untuk perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke - 18 yang berlangsung dari tanggal 11 - 20 September 2012. Lokasinya berada di jalan Naga Sakti, Simpang Baru, Tampan, Pekanbaru. Setahun kemudian, fasilitas ini juga digunakan untuk menyelenggarakan kualifikasi kejuaraan sepakbola U-22.

Bangunan gedung stadion seluas 7,4 hektar, sedangkan luas total dengan sekelilingnya 66,4 hektar. Sekarang kondisi stadion dan sekelilingnya tampak kurang terawat. Rumput ilalang tumbuh tak beraturan. Sampah berserakan dari mulai jalan masuk sampai stadion. Kerusakan dan vandalisme membuat bangunan megah ini menajdi terkesan kumuh. 

Andai dikelola dengan baik, stadion ini bisa menjadi sarana publik yang bermanfaat untuk banyak orang. Masyarakat bisa berolahraga dan mencari nafkah dengan berjualan makanan/minuman. Dana sebesar itu, seharusnya bisa bermanfaat lebih lama, bukan saat PON saja. Selain APBD, biaya pemeliharaan seharusnya bisa diperoleh dari retribusi karcis untuk memasuki venue. Tidak harus semahal Gelora Bung Karno yang mematok tarif Rp00 ribu untuk memasuki stadion. Mungkin 5 - 10 ribu rupiah saja sebagai kontribusi dari pengguna fasilitas publik.

Pemerintah Provinsi Riau sebenarnya telah berniat untuk melakukan revitalisasi fasilitas ini. Namun, mengingat kebutuhan dana yang cukup besar, perbaikan dilakukan secara bertahap. Perbaikan dimulai dari  perbaikan dalam gedung seperti instalasi listrik, air, toilet, dan kebersihan bagian dalam. Sedangkan perbaikan secara total masih menunggu investor atau bantuan dari pemerintah pusat.

Penampakan lingkungan stadion kurang menarik, sehingga tidak banyak orang yang berolahraga disini. Pagi itu, saya adalah orang ketiga yang memasuki lingkungan stadion. Menyusul kemudian serombongan pemuda dan sepasang anak-bapak yang sedang belajar naik sepeda. Saya hitung, total sekitar 20 orang yang melakukan aktivitas jogging, bersepeda, bulu tangkis, atau sekedar duduk-duduk disini. 

Saya menyewa sepeda seharga Rp20.000,- untuk mengelilingi stadion sepuasnya. Tidak ada batasan waktu kapan sepeda harus dikembalikan. Cuaca perlahan berubah menjadi cerah. Mendung mundur teratur, berganti surya yang akan menjalankan perannya menerangi alam semesta.


Jajaran pohon kelapa sawit nan rapi nampak dari kejauhan. Primadona Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang konon mengakibatkan provinsi ini kaya raya. Selain PAD, Sektor Perkebunan kelapa sawit mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. DBH berasal dari APBN yang komponen terbesarnya berasal dari pajak. Pada Tahun 2023 Provinsi Riau menduduki peringkat pertama perolehan DBH sawit, yaitu sejumlah Rp83,13 miliar. Disusul oleh Sumatera Utara dan Kalimantan Barat di urutan kedua dan ketiga.

Tidak perlu heran, karena Riau adalah penghasil sawit terbesar di negeri ini. Provinsi di tepi Selat Malaka ini memiliki 2,86 juta hektar kebun kelapa sawit.  Kurang lebih 19 % dari total kebun kelapa sawit di Nusantara.


Matahari mulai bergerak meninggi. Peluh membasahi kaos yang saya pakai. Mengayuh sepeda beberapa putaran telah memperbaiki mood saya pagi ini. Rupanya benar artikel yang pernah saya baca di website Rumah Sakit Siloam, https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-hormon-endorfin. Ketika berolahraga, tubuh akan memproduksi hormon endorfin yang memberikan energi positif dan memperbaiki kesehatan mental.

Sayapun bergegas kembali ke penginapan, karena harus segera kembali ke Jakarta. Sudah kangen dengan suami dan anak-anak.

Pekanbaru, 23 Februari 2024



Tidak ada komentar:

Posting Komentar